PERTEMUAN
KELIMA
(9 OKTOBER 2018)
Hidup
Adalah Masalah, Jika Tidak Ingin Ada Masalah Ya Tidak Usah Hidup
Bapak Marsigit memasuki kelas dan
membuka perkuliahan dengan membaca doa seperti biasa. Lalu dilanjutkan dengan
memberikan tes program nolisasi sebanyak 20 pertanyaan dan meminta mahasiswa
untuk membuat pertanyaan.
Pertanyaan Pertama :
Restu :
Bagaimana ciri-ciri orang yang menguasai ruang dan waktu?
Bapak Marsigit :
“Sebenar-benarnya
manusia tiadalah yang mampu benar-benar menguasai ruang dan waktu yang ada
mereka hanyalah berusaha. Contoh: Kamu masuk ke kandang macam, maka akan
terancam kematian. Sebenar-benarnya kematian itu adalah tentang jarak dari bumi
sampai langit. Ketika anda seharusnya berpikir tetapi tidak berpikir, maka
secara filsafat kamu itu adalah orang mati. Para filsuf berkata, sesungguhnya
aku sedang melihat para mayat yang berjalan, karena aku sedang melihat mereka
tidak dalam keadaan berpikir, tetapi saling menjelekkan, menyebar hoax. Jika
dinaikkan maka akan menjadi spiritualitas, sebenar-benarnya aku sedang melihat
para santri-santriku tidak dalam keadaan berdoa. Maka tiadalah orang-orang yang
mampu benar-benar menguasai ruang dan waktu, sadar atau tidak sadar, mau atau
tidak mau dia sudah berada di suatu ruang.”
Yoga : Siapa itu Semar, Gareng, Petruk,
Bagong?
Bapak Marsigit :
“Semar,
Gareng Petruk dan Bagong itu adalah
filsafat Jawa Sunan Kalijaga, bagaimana caranya menyebarkan agama Islam yaitu
menggunakan pewayangan dari agama Hindu. Tokoh itu diciptakan di Jawa, Semar
yang mempunyai anak gareng, Petruk, Bagong. Itu Metafisik. Metafisik adalah
arti di balik Semar. Semar itu ilmu. Gareng itu hatinya, Petruk itu perilakunya.
Hidup itu ada ilmu, hati, perilaku. Punokawan itu mengikuti seorang ksatria
yang bisa mengalahkan para dewa. Kemanapun arwah pergi, pikiran, hati dan
perilaku selalu mengikutinya.”
Pertanyaan Ketiga
Atin :
Bagaimana kita mempunyai kesadaran di dalam dan kesadaran di luar?
Bapak Marsigit :
“Filsafat selain adalah
olah pikir filsafat itu kesadaran di dalam pikir juga, yaitu memikirkannya.
Awal daripada berpikir adalah bertanya. Tiada bertanya tiada berpikir.
Kesadaran di luar adalah panca indera. Satu dari panca indera kita sudah
menangkap berarti kesadaran di luar.”
Totok :
Mungkinkah filsafat disampaikan dengan sederhana?
Pak Marsigit :
“ Sangat mungkin,
tetapi di perkuliahan ini saya hanya memfasilitasi anda untuk bisa berfilsafat.
Secara sederhana filsafat itu metafisik. Metafisik itu adalah bertanya.
Bertanya apa, mengapa. Itu sudah berfilsafat. Tapi filsafat itu membangun dunia
pikiran dengan bahasa yang sangat sederhana, yaitu aku dan bukan aku. Maka
membangun dunia dan akhirat cukup dengan aku dan bukan aku pula.
Diana
: Kapan suatu hal dikatakan baik, lebih
baik, atau paling baik?
Bapak Marsigit :
“ Suatu hal itu
dipandang baik, lebih baik atau yang paling baik jika sesuai dengan ruang dan
waktunya. Kalau tidak sesuai dengan ruang dan waktunya maka tidak dapat
dikatakan baik. Masalahnya, ruang dan waktu yang bagaimana? Semua, semuanya
adalah ruang dan waktu, waktu adalah ruang. Tidak mungkin memahami ruang tanpa
ada waktu dan begitu juga sebaliknya.
Dini : Bagaimana filsafat mendefinisikan
tentang sabar?
Bapak Marsigit :
“Sabar itu adalah
filsafat yang menjelaskan tentang gejala psikologi. Psikologi adalah wacana,
gejala jiwa, jiwa yang sabar. Suatu keadaan adalah ruang. Jadi sabar adalah
bagaimana kamu menciptakan suatu kondisi dengan ciri-ciri sabar. Sabar adalah
ruang dan bagaimana kamu menciptakan ruang. Sama halnya filsafat memandang
sifat ego, kesadaran diri. Tanpa ada kesadaran diri maka tidak ada ego, tanpa
ego tidak ada kesadaran diri, sehingga setiap manusia itu mempunyai ego. Orang
yang tidak mempunyai ego adalah orang yang sedang tidur. “
Nur Fauzan : Apa itu paradoks?
Bapak Marsigit
“ Paradoks itu ilmu,
sebenar-benarnya ilmu itu karena paradoks. Paradoks itu pertentangan, dan
pertentangan itu adalah sintesis, sintesis itu logos. Logos itu bergerak. Bagi
yang punya ilmunya maka dia akan meningkat. Bagi yang tidak maka akan
tenggelam. Dan yang terjadi adalah kamu semua itu ada karena adanya ilmu,
karena adanya paradoks. “
Suhermi :
Apakah makna ujian secara filsafat?
Bapak Marsigit :
“Ujian itu sendiri
adalah memasangkan keadaan kesesuaian dengan ruang dan waktunya. Misalnya,
4+5=9. Tapi dia tidak bisa menjawab, berarti di dalam pikirannya tidak terjadi
sintesis antara empat dan lima. Maka dia menjawabnya bukan 9. Ukurannya adalah
konsisten. Konsisten artinya tidak ada pertentangan, tetapi kalau ujian kenyataan
iu ukurannya adalah cocok/sesuai dengan ruang dan waktunya. Bagaimana kalau
ujian spiritual? Sebenar-benarnya orang mampu diuji dan menguji kecuali atas
kehendak Allah. “
Yuntaman
: Bagaimana filsafat memandang masalah yang ada dalam hidup ini?
Bapak Marsigit :
“Sebenar-benarnya hidup
itu adalah masalah, jika engkau tidak mau mempunyai masalah ya jangan hidup.
Jangankan di dunia, di akhirat pun ada masalah. Jadi masalah adalah sintesis
bertemu dengan anti tesis. Oksigen itu tesis, karbondioksida itu anti tesis.
Oksigen bertemu karbondioksida di darah timbul masalah, maka orang yang tidak
mampu melihat masalah adalah orang bodoh. Tiadalah orang yang sebenar-benarnya
mampu mengatasi masalah kecuali atas pertolongan Allah.”
Nani :
Kehilangan apakah yang membuat manusia bahagia dan tidak sedih?
Bapak Marsigit :
“Filsafat itu
bertingkat-tingkat, dari material, formal, normative, dan spiritual. Secara
material maka kehilangan materinya menjadi sedih Jikalau orang-orang yang kehilangan
tersebut, orang tersebut tidak merasa sedih. Maka sebenar-benar manusia bahagia
itu jika mereka hidup sesuai ruang dan waktunya. Bahagia itu sifat, sifat dari
suatu keadaan perasaan anda. Itu gejala psikologi, maka kebahagiaan manusia
adalah kebahagiaan yang relatif. Kalau naik ke spiritual menjadi kebahagiaan
absolut atau abadi.”
Aizza :
Bagaimana mensinkronkan apa yang dipikirkan dan yang dirasakan?
Bapak Marsigit :
“Sebenar-benarnya
tiadalah manusia yang mampun mensinkronkan hati dan pikiran kecuali atas
pertolongan Tuhan. Tuhan itu yang maha mensinkronkan. Manusia hanya bisa
berusaha. Sinkron dengan menggunakan metode hermenitika. Hermenitika adalah
menterjemahkan dan diterjemahkan. Yang diterjemahkan adalah semuanya, Aku dan
bukan Aku. Diterjemahkan artinya diinteraksikan. Kita dapat mengetahuinya dari selain
diri kita sendiri, dari orang lain, tanaman, binatang. Kamu menyinkronkan
diriantara kamu dan bukan dirimu. “
Seftika :
Kapan kita menggunakan pikiran, kapan menggunakan perasaan?
Bapak Marsigit :
“Maka sebenar-benar
hidup adalah holistik dan komprehensif. Hidup dalam keseluruhan. Diri dalam
keseluruhan dan keseluruhan di dalam diri. Supaya sinkron, maka semua harus
dikelola lewat spiritualitas, keyakinan dan ibadahnya masing-masing. Pikiran
dan perasaan setiap saat berganti-ganti, berinteraksi. Berpikir itu sepersekian
puluh detik sudah terus, antara tesis sintesis. Belum lagi hati. Maka
sebenar-benar hati harus dalam keadaan bergetar dan getaran hati itu panggilan
kepada Tuhan dalam keadaan apapun. Karena ibadah tertinggi adalah ibadah
memanggil nama Tuhan karena hanya Tuhanlah yang bisa sama dengan namaNya. Maka tidak
ada ciptaan Tuhan yang mampu menyamaiNya. Jika ingin selamat dunia akhirat harus
selalu bergetar hatinya dalam keadaan sadar maupun tidak sadar, bekerja maupun
tertidur. Sedetik engkau tidak dalam keadaan berdoa, masuklah setan atau
potensi negatif. Banyak diantara orang sukses meraih, banyak pula yang gagal
mempertahankan karena tidak siap mentalnya.
Seftika
: Kenapa mudah lupa?
Bapak Marsigit :
Itu sunatullah dan
kodratnya. Sebab kalau tidak bisa lupa tidak bisa hidup. Maka sebenar-benar
hidup adalah lupa. Balik lagi, hidup itu masalah jika tidak ingin punya masalah
maka jangan hidup, karena sebenar-benarnya hidup adalah masalah.
Erma
: “Dimana letak perbedaan antara positif dan kontemporer?”
Bapak Marsigit :
“ Kontempores adalah
keadaan jaman sekarang. Penggeraknya itu positif, maka positif dan kontemporer
tidak bisa dipisah. Jaman now itu adalah jama VUCA. V, Volatil adalah rentan, U
uncertainty adalah ketidakpastian. C, complicated adalah sangat kompleks. Hidup
ini adalah daya ingat, tanpa ada daya ingat kita tidak bisa hidup. Maka
sebenar-benar hidup adalah ingat. Seseorang tidak menyadari intuisi kalau ia
tidak belajar filsafat. Bergaul itu penting untuk mempertahankan daya ingatnya
agar terjaga. Lupa dan ingat itu ada batasnya maka sebenar-benarnya hidup itu
ada batasnya, namun harus sesuai dengan ruang dan waktu. Memandang itu
bergantian, bernapas, berbicara itu juga bergantian. Tapi sembari berbicara,
bernapas, mendengar, bersama-sama itu disebut paralel. Paralel itu juga ada
ruang dan waktunya.
Selanjutnya perkuliahan
disudahi dengan membaca doa dan Bapak Marsigit meninggalkan kelas.
Komentar
Posting Komentar