PERTEMUAN KEDUA
(18 SEMPTEMBER 2018)

Tidak Menyangka Aku Mendapatkan Nilai Nol (Nolisasi)
            Para kuliah pertemuan kedua ini, seperti biasa, Bapak Marsigit memasuki ruang kelas dengan posisi duduk melingkar dengan Bapak Marsigit. Bapak Marsigit memulai perkuliahan dengan membaca doa menurut keyakinan dan agama masing-masing, setelah itu meminta mahasiswanya untuk menyiapkan secarik kertas dan sebuah pena. Setelah itu, kami diberikan 20 pertanyaan terkait materi filsafat yang hampir dari seluruh mahasiswa tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan mendapatkan nilai nol sehingga Bapak Marsigit menyebut tes tersebut sebagai bentuk program nolisasi.
            Tes pun selesai dilanjutkan dengan mahasiswa diminta untuk menuliskan satu buah pertanyaan yang akan ditujukan kepada Bapak Marsigit di halaman belakang kertas tes tersebut dan kemudan dikumpulkan kepada Bapak. Setelah dikumpulkan, Bapak Marsigit mulai membacaka pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa dan menjawabnya.
Pertanyaan pertama, Seftika : “ Bagaimana mencapai pemikiran tingkat dewa?”
Bapak Marsigit adalah :

“Kerjakan pikiranmu itu setengah dan  pikirlah pekerjaanmu itu setengah, meminta doa itu juga jangan setengah, terus menerus. Jadi, setengah tambah setengah tambah setengah sama dengan satu. Sangat bahaya jika orang berfilsafat dikatakan sudah tidak mampu berpikir lagi, karena sebanar-benarnya manusia hidup itu adalah untuk berpikir, dan sebenar-benarnya manusia bisa berfilsafat juga dengan berpikir,”.  .

Pertanyaan kedua, Diana: “What is the secret of happiness?”
Bapak Marsigit:
“Yang saya lihat, engkau adalah kualitas pertama yang bergantung mata saya. Jika saya katarak, saya bisa saja mengira nenek-nenek adalah gadis dan begitu juga sebaliknya. Tapi di sebalik kamu itu engkau itu yang mana. Sekarang tunjukan pegang apapun dirimu, yang menunjukkan bahwa dirimu adalah yang engkau pegang itu. Ternyata semua orang itu adalah tidak adil terhadap dirinya sendiri. Kalau engkau katakan dirimu adalah kepalamu, lantas kakimu engkau anggap apa? Kalau kamu pegang tangan, kepalamu dimana? Engkau itu bermilyar pangkat bermilyar, mulai dari jilbab, baju, celana. Bajumu celanamu, jilbabmu benang yang mana. Bermilyar pangkat bermilyar pangkat bermilyar engkau belum mampu menunjukkannya. Engkau baru mampu menunjukkannya 1/10 saja engkau sudah berubah jadi tua. Maka dari kecakupan kebahagiaan, engkau tidak akan mungkin mencapai keseluruhan. Maka sebenar-benarnya keseluruhan adalah Tuhan Yang Maha Esa. Kalau dari sisi waktu, filsafat itu profesional. Maka waktu itu bisa waktu panjang dan sempit. Dan waktu itu mengalir karena ada ruang. Jadi sebetulnya waktu itu benda. Benda itu ruang. Ruang itu waktu. Sehingga kita semua mengalami perjalanan”.
“Happiness, sedangkan apakah engkau dapat mengetahui segala sesuatunya? Tidak ada orang. Maka orang yang ilmunya tinggi adalah orang yang mengaku bahwa ia tidak mengetahui segala sesuatu, itu menurut Socrates. Jangankan senang. Engkau sendiri saja tidak bisa menunjuk dirimu, apalagi diriku. Maka pikiranmu, perasaanmu, darahmu, tulangmu itu kualitas berikutnya. Yang terlihat itu ikonik, wakil dari duniamu. Kamu mewakili dunia. Orang mencederai orang itu mencederai dunia, apalagi sampai membunuh. Berarti dia telah membuat kiamat suatu dunia.

Pertanyaan ketiga, Agnes : “Filsafat adalah diri kita sendiri, bagaimana agar kita mengerti diri kita sendiri?”
Bapak Marsigit :
Ketika itu Bapak Marsigit menekankan dengan kalimat yang sangat mengena di pikiran saya, yaitu “kerjakan apa yang kamu pikirkan dan pikirkan apa yang kamu kerjakan, serta doakan. Doakan apa yang kamu pikirkan dan Doakan apa yang kamu kerjakan.” Karena filsafat itu siapa saja, apa saja. Sampai-sampai ada orang yang mengatakan bahwa kitab suci Alquran itu hanya sebuah fiksi belaka, jangan dengarkan itu karena itu adalah jalan menuju sesat dan pikiran yang sesat.”

Pertanyaan ke-empat, Fani : “Bagaimana pandangan filsafat tentang menilai spiritualitas diri sendiri?”
Pak Marsigit: “Jika engkau belajar filsafat atau berfilsafat maka filsafat adalah dirimu, dan spiritualitas adalah dirimu pula. Jangan coba-coba menggambarkan spiritualitas dengan dunia. Karena dunia tidak mencukupi. Karena spiritualitas meliputi dunia dan akhirat. Bagaimana membatasi diri dari godaan? Mulai dari pikiran, pikiran saja bisa dipakai untuk membatasi godaan, apalagi muka. Menutupi daripada godaan setan tadi sesuai dengan keyakinannya, lepas daripada aliran mereka. Dalam agama Islam urusan itu dibagi menjadi dua yaitu urusan dengan Tuhan dan urusan dengan manusia.. Manusia yang paling tinggi itu manusia yang habluminallah dan minannas. Habluminallah dan minannas itu manusia annas, manusia jejaring sistemik. Jejaring sistemik simboliknya itu jurnal. Jadi jurnal adalah lambang manusia jejaring sistemik yang paling tinggi.

Pertanyaan kelima,
Erma: “Bagaimana cara mencapai rendah hati yang sesungguhnya?”
Bapak Marsigit:
“Agar bisa mencapai rendah hati yang sesungguhnya yaitu dengan ikhitar, berdoa, meminta pertolongan, berserah diri kepada Allah. Karena kita manusia adalah makhluk cipataanNYA dan tidak ada yang bisa mengusir setan (godaan) kecuali Tuhan. Dan jika ada keraguanmu dalam hati maka engkau tidak bisa menghilangkannya kecuali atas kehendak Tuhan. Sebenar-benarnya manusia hidup adalah dengan terus dalam keadaan berdoa. Selalu meminta, ikhtiar dan lakukan secara valid serta kontinu.  Dalam filsafat akhiran adalah awalan. Rasa syukur boleh di akhir atau di depan.

Pertanyaan keenam,
Yuntaman: “Bagaimana cara mensinkronkan hati dan pikiran, mana yang didahulukan?”
Bapak Marsigit:
“Hati adalah roda bawah, pikiran adalah roda atas. Perjalananmu itu adalah roda yang berputar. Jadi setiap hari kita perlu memikirkan perasaan kita dan merasakan pikiran kita. Teladannya adalah bumi mengelilingi matahari, tidak akan sampai pada tempat yang sama selama hidup. Disamping dia berputar pada porosnya, dia juga mengelilingi matahari. Engkau juga begitu. Disamping saya berputar pada porosnya (hati dan pikiran), makan sehat setiap hari, bangun tidur, melakukan hal demikian setiap hari tapi engkau tidak menyadarinya. Jadi sebenar-benar hidup itu adalah sesuai dengan lintasan bumi. Itu adalah contoh yang diberikan Tuhan. Kalau orang Yunani mengatakan hermenitika, orang Jawa mengatakan cokro manggilingan. Jadi perjalanan kita siklik dan linear digabung. Kalau orang Amerika mereka berpikir hidup linear, cari cari cari,buang buang buang.

Pertanyaaan terakhir:
Widhi: “Kalau misal masuk surga, apa yang dilakukan?”
Bapak Marsigit:
“Urusan spiritual itu agama masing-masing. Cara mengetahui dengan prediksi, hidup itu pilihan. Tanpa memilih manusia tidak akan bisa hidup. Setiap hari kamu makan, engkau memilih apa yang kamu makan. Maka sebenar-benar hidup adalah pilihan. Ikhtiar itu memilih. Kalau sudah terpilih itu namanya takdir. Maka hidup itu perputaran antara ikhtiar dan takdir. Pilih dan terpilih. Sadar maupun tidak sadar. Napas yang dihirup itu juga pilihan.

Selanjutnya perkuliahan disudahi dengan membaca doa dan Bapak Marsigit meninggalkan kelas.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah tokoh paham filsafat